Jumat, 23 Oktober 2020

I Wayan Balawan, Teknik Tapping Delapan Jari Tingkat Dewa

“Bagaimanapun baiknya saya bermain jazz, saya tak akan pernah cukup ‘hitam’ untuk memainkannya. Jadi, daripada bersusah payah memainkan otentisitas jazz yang tak akan pernah saya capai, saya memutuskan memainkan musik di mana saya feel at home,” ujar Balawan pada saat merilis Magic Finger.
Namanya tak kalah apabila disandingkan dengan gitaris dari tanah air. Pun bila tekniknya dikomparasikan dengan gitaris-gitaris luar negeri, ia mampu disejajarkan dengan gitaris kelas dunia yang memiliki teknik dan kualitas musik tinggi. Sebut saja gitaris-gitaris yang mengeksplor segala teknik-teknik dalam bermusik, macam: Eric Monterain dalam tembang lagunya Air Tab, Steve Vai, Eddie Van Hallen dan lain sebagainya. Di Indonesia, ia merupakan pelopor dan satu-satunya gitaris yang memakai dua gagang gitar dengan teknik delapan jari tapping-nya.

Ia adalah I Wayan Balawan, seorang lelaki yang lahir di Gianyar, Bali, pada 9 September 1973. Di umurnya yang kedelapan, saat ia duduk di bangku sekolah dasar, Balawan baru mulai mempelajari musik. Alat musik pertama yang dimainkannya waktu itu adalah Gamelan Bali, karena pada umumnya masyarakat di Bali sangat cinta pada kesenian tradisionalnya. Saat itu ia belajar memainkan musik Bali, di mana kecepatan dan harmoni pentatonik menjadi esensi dari permainan. Setelah usianya beranjak remaja 12 tahun, ia mulai merambah ke alat musik lainnya, yaitu gitar. Musik-musik yang dimainkannya pun bertambah luas ke areal aliran musik rock. Macam-macam band rock pun dijajalnya untuk dimainkannya, seperti Deep Purple dan The Beatles.

Jenuh dengan permainan musik rock, setamatnya menyelesaikan SMU, pada umur 20 tahun ia merantau ke negeri kangguru untuk berguru  musik jazz dan olah vokal di The Australian Institute of Music. Karena bakat bermusiknya yang luar biasa besar, ia mendapatkan beasiswa selama tiga tahun (1993-1995) di sana. Kemudian mengantongi gelar Diploma of Music. Rampung dengan pendidikannya di The Australian Institute of Music, ia melanjutkan karirnya sebagai seorang gitaris profesional di ibukota Australia, Sidney selama dua tahun, di mana karirnya ini telah dimulainya sejak tiga tahun sebelumnya. Dalam lima tahun berkarir di Sidney, namanya terdongkrak sebagai salah satu gitaris dideretan pemain gitar handal.

Di umurnya yang ke-25 tahun, sekitar medio 1997-an, ia kembali ke Indonesia dan membentuk sebuah grup band bernuansa etnik gamelan Bali, bersama kawan-kawannya semasa kecil yaitu: Wayan Suastika, Wayan Sudarsana, Nyoman Marcono, Nyoman Suwidha, Gusti Agung Bagus Mantra, Gusti Agung Ayu Risna Dewi dan Ito Kurdhi. Nama yang dipilih untuk bandnya adalah Batuan Etnic Fusion (BEF), yang terbentuk tepat pada 22 Juni 1997. Musik yang diusung Batuan Etnic Fusion mengawinkan antara musik tradisional Bali yang secara umum bertempo cepat dengan musik jazz yang temponya naik-turun (bisa cepat bisa lambat). Instrumen-instrumen tradisional Bali yang dimainkan di sini seperti: reong, suling, rindik, genggong, kendang dan cengceng, dicampur menjadi satu dengan instrumen modern seperti: drum, gitar, flute, keyboard, dan bass membentuk sebuah komposisi yang harmonis khas BEF.

Pada 1999, dua tahun latihan bareng BEF, Balawan meluncurkan album perdananya yang bertajuk GloBALIsm. Album ini diproduseri oleh Dewa Budjana (salah seorang pentolan Gigi) dengan label rekaman Chico & Ira Productions. Untuk masalah pendistribusiannya diserahkan pada Aquarius Musikindo. Medio 2001, ia pun maju rekaman lagi untuk merekam album yang diberi titel namanya sendiri, yaitu Balawan. Proses rekaman ini dilakukan di stasiun RRI (Radio Republik Indonesia) di Denpasar yang dibantu oleh Jimmy Sila, dengan label rekaman asal Jerman adalah Acoustic Music Records. Album keduanya ini berisi 17 lagu, yang merupakan perpaduan antara bentuk-bentuk musikalitas yang standar dan asli tradisional Bali yang khas sekali.

Sebut saja lagu karya Antonio Carlos Jobim, Cole Porter, V. Young, Duke Ellington, G. Gershwin dan lain-lain. Namun justru yang sangat menarik dari album ini salah satunya tentu saja adalah Putri Cening Ayu yang dimainkan dengan teknik touch tapping menggunakan gitar bersenar 12. Untuk lagu Putri Cening Ayu ini proses rekamannya dilakukan di studio Dewa Budjana, bersama sebuah lagu lainnya. Sedang bagian mixing dan masteringnya digarap Indra Lesmana, seorang pianis Jazz Indonesia kenamaan.

Akan tetapi album yang paling menonjolkan dirinya dan melejitkan namanya sebagai seorang gitaris di kancah musik tanah air ada di album solonya bertitel Magic Fingers yang diluncurkan tahun 2005. Di album ini Balawan sangat menonjol secara teknik permainan individunya dan proses eksplorasi pencarian dirinya sebagai musisi. Ketika albumnya diluncurkan namanya mulai dilirik khalayak luas penikmat musik di Indonesia. Di album ini lagu yang paling menonjolkan teknik Balawan ada dalam lagu berjudul Mainz In My Mind. Di mana ia menggunakan delapan jari-jemarinya untuk memainkan gitar, seolah-olah bermain piano. Yaitu empat jari tangan kiri digunakan untuk memainkan kord (kunci), sedangkan empat jari tangan kanannya digunakan untuk memainkan melodi.

Teknik yang dimainkan oleh Balawan merupakan pengembangan yang lebih jauh dari teknik touch system, yang di gagas oleh Jimmy Webster dalam bukunya Touch System yang beredar tahun 1952. Di samping Jimmy Webster ada beberapa orang pionir dalam teknik ini, di antaranya Merle Travis dan Mark Laughlin. Kemudian teknik touch system  ini belum sempurna, dalam perkembangannya selanjutnya nama Eddie Van Hallen kerap disebut-sebut sebagai pengembang teknik ini di medio 1978-an. Ketika itu ia sedang iseng menanti di studio kedatangan kawan-kawannya di Van Hallen dan memainkan sebuah lagu instrumental yang hingga kini masih terdengar gaungnya berjudul Eruption. Sang produser yang kebetulan berada di studio meminta Eddie untuk memasukkan Eruption ke dalam album pertamanya. Teknik ini kemudian banyak dimainkan di berbagai aliran musik seperti: jazz, rock sampai funk.

Teknik two handed tapping atau yang kerap dikenal dengan istilah tapping ala Eddie Van Hallen itu, kemudian berkembang lagi menjadi teknik seperti yang dipakai oleh Balawan. Dalam situs resmi milik Balawan teknik yang dibawakannya bernama 8 Finger Touch Style. Di mana dalam teknik ini, delapan jari-jari tangan kanan-kiri seolah-olah bermain piano. Jari-jari tangan kiri memainkan chord dan bass, sedangkan jari-jari tangan kanan memainkan melodi. Ditambah lagi, teknik ini memakai gita bergagang dua. Di luar negeri sudah banyak yang players memakai teknik ini, sebut saja salah satunya adalah Eric Monterain dalam tembang instrumentalnya yang bertajuk Air Tab. Sedangkan di Indonesia, hanya Balawan seorang yang menggunakan teknik tersebut.

Balawan adalah musisi masa depan Indonesia, yang sanggup tampil membawa nama Indonesia digelaran pentas dunia.


Sepanjang karir musiknya, Balawan pernah tampil disejumlah pertunjukan internasional seperti East Meet West Gitarren Festival Edenkoben Germany (2000), Open Strings Guitar Festival Osnabrueck Germany (2000), Tour International Guitar Nights in 12 Cities in Germany (2001), Hell Blues Festival in Trondheim Norway September (2001), Hell Blues Festival in Trondheim Norway (September 2005), Australian Tour 4 Cities with Batuan Ethnic Fusion (Oktober 2005), Pop Asia Fukuoka Japan (October 2005) dan Tokyo Asia music Market Tokyo Japan (2005) serta Bali Jazz Festival (2005).

Indra Lesmana berkomentar begini dalam situs resmi milik Balawan (Balawan dan Batuan Etnic Fusion), “Balawan adalah seorang yang luar biasa. Dia menemukan hal-hal baru dalam berkesenian dan Batuan Etnic Fusion merupakan contoh dari para pekerja seni yang sempurna yang mengeksplorasi spektrum seni dengan gairah, cinta, keindahan, dan kebebasan...”

0 $type={blogger}:

Posting Komentar